Disadari atau tidak, di sekeliling kita banyak sekali orang yang begitu penasaran dengan kehidupan orang lain, entah itu dalam hal yang menyangkut pertemanan, pekerjaan, sampai ke hal-hal pribadi. Seperti contohnya orang Indonesia banyak sekali yang suka bertanya: “kapan nikah?” karena alasan kekeluargaan. Sebagian basa basi semata. Yang tentu saja bisa memberi efek yang tidak sepele, oleh orang yang memang memiliki sensitivitas pribadi yang tinggi.
Entah mengapa, orang-orang tertentu justru tidak begitu fokus dengan masalah sendiri, tapi terobsesi dengan kehidupan orang lain. “Bagaimana si A bisa mendapatkan perempuan itu?”, “Kapan ya bisa seperti si B yang bisnisnya bisa jalan sendiri?”, “Penasaran deh dengan si C kenapa gak pernah kelihatan capek, produktif terus!” dan seterusnya.
Tentang Teori Perbandingan Sosial
Urusan kecenderungan sikap membanding-bandingkan dengan hidup orang lain itu, kita bisa mempelajarinya dengan pendekatan ilmu psikologi. Sebagaimana dilansir psychologytoday.com, dinyatakan oleh orang di balik teori ini, Leon Festinger, seorang psikolog sosial dengan hipotesisnya, “Dalam kehidupan manusia, ada dorongan untuk mengevaluasi pandangan dan kemampuannya (sendiri).”
Dia berargumen bahwa bagaimana seseorang memandang dirinya dalam suatu situasi akan mempengaruhi perilakunya secara signifikan. Dan, dalam kebanyakan situasi, cara untuk mengevaluasi diri sendiri sangat bergantung pada keadaan orang lain. Sebagai contoh, jika seseorang akan mengevaluasi kemampuan berlarinya, ia akan melakukannya dengan membandingkan waktunya untuk berlari, dengan waktu yang telah diambil orang lain untuk berlari dalam jarak yang sama.
Ada Dua Jenis Perbandingan Sosial: Ke Atas dan Ke Bawah
Kita membuat perbandingan ke atas dengan orang-orang yang kita pikir lebih baik dari kita, dan perbandingan ke bawah dengan mereka yang kita pikir tidak lebih baik. Perbandingan ke bawah cenderung membuat kita merasa lebih bahagia dan lebih baik tentang kemampuan kita, sedangkan perbandingan ke atas biasanya membuat kita merasa kita tidak cukup baik alias minder.
Itulah sebabnya, jika Anda akan membandingkan diri Anda dengan seseorang, lihat ke bawah. Ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, terutama ketika banyak orang di lingkaran sosial Anda tampaknya maju dalam hidup.
Pada saat tertentu, kita mungkin membuat perbandingan ke atas yang membuat kita merasa gagal atau perbandingan ke bawah yang (entah kenapa bisa) memberi energi baru untuk hidup kita. Bagaimana orang lain memandang kita, memang bisa mempengaruhi cara kita memandang diri kita sendiri. Tapi kita akhirnya menyadari satu hal: bahwa kita hanyalah manusia yang wajar untuk melakukan kesalahan dan tidak ada satu pun kehidupan kita yang sempurna.